Selasa, 28 September 2010

Mendidik Dengan Ikhlas

Karakter Pertama Pendidik Sejati:
Mengikhlaskan Ilmu untuk Alloh Subhanahu wa ta’ala
        Sebuah perkara agung yang dilalaikan banyak kalangan pengajar dan pendidik, yaitu membangun dan menanamkan prinsip mengikhlaskan ilmu dan amal untuk Alloh. Ini merupakan perkara yang tidak dipahami banyak orang, karena jauhnya mereka dari manhaj Rabbani. Demi Alloh, berapa banyak ilmu yang bermanfaat dan amal-amalan yang mulia untuk umat, namun pemiliknya tidak mendapat bagian manfaat darinya sedikitpun dan pergi begitu saja bersama hembusan angina bagaikan debu beterbangan. Yang demikian itu disebabkan karena pemiliknya tidak mengikhlaskan ilmu dan amal mereka serta tidak menjadikannya di jalan Alloh. 
        Tujuan mereka bukan untuk memberikan manfaat kepada saudara-saudara mereka kaum muslimin dengan ilmu dan pengetahuan serta amal-amalan tersebut. Tujuan mereka hanya semata meraih kehormatan atau kedudukan dan sejenisnya, karena itu sangat layak bila amalan-amalan tersebut pergi begitu saja bagaikan debu yang beterbangan. Ya benar, ada kalanya mereka itu mendapatkan manfaat dengan ilmu dan pengetahuan mereka di dunia, berupa sanjungan, pujian, dan sejenisnya, tetapi diujung-ujungnya bermuara pada kesirnaan. Barangkali hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RodhiAllohu ‘anhu melukiskan makna tersebut:

Dari Abu Hurairah RodhiAllohu ‘anhu dia berkata, Nabi Shallallohu’alaihi wasallam bersabda:
“ … dan seorang laki-laki yang belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca Al-Qur’an, lalu ia didatangkan dan Alloh mengingatkan nikmat-nikmatNya (kepadanya) dan dia pun mengenalnya. Alloh berfirman, ‘Apa yang kamu lakukan padanya?’ Dia berkata, ‘Saya belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an demi Engkau.’ Alloh berfirman,’ Kamu berdusta, akan tetapi kamu belajar ilmu supaya dikatakan alim; kamu membaca Al-Qur’an supaya dikatakan qori’, dan itu telah dikatakan. ‘Kemudian diperintahkan agar ia diseret diatas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam api neraka…” (Hadits Riwayat Muslim dalam kitab Imarah, An-Nasa’i dalam Al-Jihad, Ahmad dalam Baqi’ Musnad Muktsirin , dan At-Tirmidzi dalam Az-Zuhud)
        Karena itu, semestinya bagi para pendidik dan pengajar agar menanamkan sifat ikhlas dalam ilmu dan amal untuk Alloh pada diri anak didiknya, juga sifat mengharap pahala dan ganjaran dari Alloh. Kemudian, jika setelah itu ia memperoleh sanjungan dan pujian dari manusia, itu adlah anugrah dan nikmat dari Alloh, dan bagi Alloh-lah segala pujian.

        Ibnu Rajab Rahimahulloh berkata: “ Adapun jika dia melakukan sebuah amalan murni untuk Alloh, kemudian Alloh melemparkan pujian baik baginya di hati orang-orang Mukmin dengan hal itu, lalu dia merasa senang dengan anugrah dan Rahmat Alloh serta merasa gembira dengannya, maka hal itu tidak mengapa baginya. Pada makna inilah hadits Abu Dzar datang; dari Nabi shallallohu’alaihi wasallam bahwa beliau ditanya tentang laki-laki melakukan sebuah amalan ikhlas untuk Alloh berupa kebaikan, yang lantaran itu ia dipuji manusia, beliau bersabda: ‘Itu adalah berita gembira orang beriman yang disegerakan’.” (Hadits Riwayat Muslim, juga Ahmad dalam Musnad Al-Anshar dan Ibnu Majah dalam Az-Zuhud)

        Poros dari itu semua terletak pada niat, dan niat tempatnya adalah di dada, dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Alloh:
“ Katakanlah, ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu menampakkannya, pasti Alloh mengetahuinya’.” (Terjemah Quran Surat Ali Imran: 29)
Maka bagi siapa saja yang niatnya murni untuk Alloh, hendaklah berbahagia dengan pengabulan amalnya dan ganjaran pahala dari Alloh.

        Dari Umar bin Al-Khattab RadhiAllohu ‘anhu, saya pernah mendengar Rasululloh Shallallohu’alaihi wasallam bersabda:
“ Sesungguhnya setiap amalan itu hanyalah bergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena motivasi dunia yang hendak dicapainya atau lantaran seorang wanita untuk dinikahinya, maka hijrahnya pada apa yang dia hijrah kepadanya.” ( Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan:
1. Merupakan suatu kewajiban bagi seorang pendidik untuk menanamkan hakikat ikhlas pada diri anak didiknya.
2. Seorang pendidik harus menyertakan hakikat tersebut semenjak awal dan terus-menerus mengingatkannya.



Diketik ulang dari buku: “Begini Seharusnya Menjadi Guru (Panduan Lengkap Pengajaran Cara Rasululloh Shallallohu’alaihi wasallam)” karya Fu’ad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub, edisi bahasa Indonesia dengan penerjemah Jamaluddin, .
dari : http://abna-aulad.blogspot.com/2010/02/dan-beramal-itulah-pendidik-sejati-pada.htm 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar